WHAT TIME IS IT NOW?

Kamis, 05 April 2018

LP GADAR STEMI


LAPORAN PENDAHULUAN
GAWAT DARURAT PADA PASIEN STEMI

A.           Konsep Penyakit
1.             Pengertian
Infark miokard adalah suatu proses dimana jaringan miokard mengalami kerusakan (nekrosis) dalam region jantung yang mengurangi suplai darah adekuat karena penurunan aliran darah koroner. Infark miokard dengan gambaran khas pada hasil EKG dimana terjadi elevasi pada segmen ST disebut sebagai ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) (Price & Wilson, 2006).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Smeltzer & Bare, 2013).

2.             Etiologi
Penyebab STEMI dapat karena penyempitan kritis arteri koroner akibat arterosklerosis atau oklusi arteri komplet akibat embolus atau trombus. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a.             Penyempitan arteri koroner nonsklerolik.
b.             Penyempitan aterorosklerotik.
c.             Trombus.
d.            Plak aterosklerotik.
e.             Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak.
f.              Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.
g.             Penurunan darah koroner melalui yang menyempit.
h.             Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur.
i.               Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

3.             Manifestasi Klinis
a.             Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b.             Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak dapat tertahankan lagi.
c.             Nyeri ini sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d.            Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.             Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f.              Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual serta muntah.
g.             Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).

4.             Patofisiologi
Infark miokard mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
Pada STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von Willebrand dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombik ke thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.
Setelah 30 menit terjadi sumbatan, perdarahan metabolik terjadi sebagai akibat dari iskemia. Glikosis anaerob berperan dalam menyediakan energi untuk menghasilkan laktase.Perubahan-perubahan pada elektro potensial membran, setelah 20 menit terjadi perubahan-perubahan seluler meliputi ruptur lisotum dan defek struktural sarkolema yang menjadi ireversibel pada sentral zone infark. Zone iskemia yang ada di sekitar area infark mungkin tersusun  oleh sel-sel normal atau sel-sel abnormal. Area iskemia ini dapat membalik apabila sirkulasi terpenuhi secara adekuat. Tujuan terapi  adalah memperbaiki area iskemia tersebut dan mencegah perluasan sentral zone nekrosis.
Miokard infark mengganggu fungsi ventrikuler dan merupakan predisposisi terhadap perubahan hemodinamik yang meliputi :  Kemunduran kontraksi, penurunan stroke volume, gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi peningkatan ventrikuler kiri pada akhir sistole dan volume akhir diastole, dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikuler. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi refleks simpatetik untuk meningkatkan kecepatan jantung, vasokonstriksi, hipertrofi ventrikuler, serta retensi air tuntutan dengan miokardial. Tapi direncanakan untuk mencukupi kebutuhan dengan dan menurunkan tuntutan terhadap oksigen.
Proses penyembuhan miokard infark memerlukan waktu beberapa minggu. Dalam waktu 24 jam terjadi udema seluler dan infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dibebaskan menuju sel. Degradasi jaringan dan nekrosis terjadi pada hari kedua atau ketiga. Pembentukan jaringan parut dimulai pada minggu ketiga sebagai jaringan konektif fibrous yang menggantikan jaringan nekrotik,  jaringan parut menetap terbentuk dalam 6 minggu sampai 3 bulan.
Miokard infark paling sering terjadi pada ventrikel kiri dan dapat dinyatakan sesuai area miokardium yang terkena. Apabila mengenai tiga sekat dinding miokardium maka disebut infark transmural dan apabila hanya sebatas bagian dalam miokardium disebut infark sebendokardial. Miokard infark juga dapat dinyatakan sesuai dengan lokasinya pada jantung, yang secara umum dapat terjadi pada sisi posterior, anterior, septal anterior, anterolateral, posteroinferior dan apical. Lokasi dan luasan lesi menentukan sejauhmana kemunduran fungsi terjadi, komplikasi dan penyembuhan. 
   
5.             Pemeriksaan Diagnostik
a.             Elektrokardiografi (EKG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1)             Lead II, III, aVF : Infark inferior.
2)             Lead V1-V3 : Infark anteroseptal.
3)             Lead V2-V4 : Infark anterior.
4)             Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral.
5)             Lead I, aVL : Infark high lateral.
6)             Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas.
7)             Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral.
8)             Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu.
b.             Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasounds.
c.             Foto thorax
Rontgen tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
d.            Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray yang mengetahui sumbatan pada arteri koroner
e.             Tes Treadmill
Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas.


f.              Laboratorium :
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah:
1)             Creatinin Kinase (CK)MB. Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
2)             cTn (cardiac specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
1)             Mioglobin. Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
2)             Creatinin kinase (CK). Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
3)             Lactic dehydrogenase (LDH). Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puuncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
                             
6.             Komplikasi
a.             Aritmia
Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat ischemia pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu.
b.             AV Blok


c.             Gagal jantung (pump failure)
Pada IMA, pump failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penuran cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok kardiogenik.
d.            Emboli/tromboemboli
Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik (DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel kiri.
e.             Ruptura
Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan kemunduran hemidinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke dalam kavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya.

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a.             Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b.             Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
1)             Gagal jantung.
2)             Syok kardiogenik.
3)             Perluasan IM.
4)             Emboli sitemik/pilmonal.
5)             Perikardiatis.
6)             Ruptur.
7)             Ventrikrel.
8)             Otot papilar.
9)             Kelainan septal ventrikel.
10)         Disfungsi katup.
11)         Aneurisma ventrikel.
12)         Sindroma infark pascamiokardias

7.             Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan secara umum dari STEMI antara lain :
a.             Istirahat total, tirah baring, posisi semi fowler.
b.             Monitor EKG.
c.             Diet rendah kalori dan mudah dicerna ,makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
d.            Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
e.             Atasi nyeri :
1)             Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
2)             Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
3)             Oksigen 2-4 liter/menit.
4)             Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral.
f.              Antikoagulan :
1)             Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasi
2)             Diteruskan asetakumoral atau warfarin
3)             Streptokinase / trombolisis
g.             Bowel care : laksadin
h.             Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematia dapat diturunkan sebesar 40%.
i.               Psikoterapi untuk mengurangi cemas.

Penatalaksanaan berdasarkan kondisi klein dengan STEMI antara lain:
a.             Syok kardiogenik
Penatalaksanan syok kardiogenik:
1)             Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.
2)             Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit. \
3)             Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
4)             Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
5)             Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
6)             Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI  dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
7)             Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a)             Pertahankan preload ventrikel kanan.
b)          Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c)          Hindari penggunaan nitrat atau diuretik. 
d)         Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.
e)          Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
f)           Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g)          Pompa balon intra-aortik.
h)          Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i)            Penghambat ACE
j)            Reporfusi
k)          Obat trombolitik
l)            Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m)        Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel).

b.             Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.Penatalaksanan takikardia ventrikel:
1)             Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan  kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
2)             Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik,  menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
3)             Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
a)             Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
b)             Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
c)              Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
d)            Kardioversi  elektrik  synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya).

c.             Penatalaksana Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
Fibrilasi  ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan  shock unsynchoronized.

B.            Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1.             Pengkajian Emergency dan Kritis
a.             Primary Survey
1)      Airways
a)      Sumbatan atau penumpukan secret.
b)      Wheezing atau krekles.
2)      Breathing
a)      Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b)      RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler  dangkal.
c)      Ronchi, krekles.
d)     Ekspansi dada tidak penuh.
e)      Penggunaan otot bantu nafas.
3)      Circulation
a)      Nadi lemah , tidak teratur.
b)      Takikardi.
c)      TD meningkat / menurun.
d)     Edema.
e)      Gelisah.
f)       Akral dingin.
g)      Kulit pucat, sianosis.
h)      Output urine menurun.

b.             Secondary Survey
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1)             Tingkat kesadaran.
2)             Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting).
3)             Frekwensi dan  irama  jantung  :  Disritmia  dapat  menunjukkan  tidak  mencukupinya oksigen ke dalam miokard.
4)             Bunyi jantung : S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung.
5)             Tekanan darah : Diukur untuk menentukan respons nyeri dan  pengobatan,  perhatian tekanan  nadi,  yang  mungkin  akan  menyempit  setelah  serangan   miokard   infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel.
6)             Nadi perifer : Kaji frekwensi, irama dan volume.
7)             Warna dan suhu kulit.
8)             Paru-paru : Auskultasi bidang paru pada interval  yang  teratur  terhadap  tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru).
9)             Fungsi gastrointestinal : Kaji motilitas usus, trombosis arteri  mesenterika  merupakan potensial komplikasi yang fatal.
10)         Status volume cairan : Amati haluaran urine, periksa  adanya  edema,  adanya  tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria.

c.             Tertiery Survey
1)           Pemeriksaan Laboratorium
a)      CKMB.
b)      cTn.
c)      Mioglobin.
d)     CK.
e)      LDH.
2)           Pemeriksaan diagnostik
a)      Echocardiogram.
b)      Elektrokardiografi.





2.             Diagnosa & Intervensi Keperawatan Emergency dan Kritis

Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan

DS:
-   Laporan secara verbal
DO:
-   Posisi untuk menahan nyeri
-   Tingkah laku berhati-hati
-   Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-   Terfokus pada diri sendiri
-   Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
-   Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
-   Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
-   Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-   Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
-   Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC :
v Pain Level,
v pain control,
v comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
·  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
·  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
·  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
·  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
·  Tanda vital dalam rentang normal
·  Tidak mengalami gangguan tidur



NIC :
§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
§ Tingkatkan istirahat
§ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali


Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan afterload, kontraktilitas jantung.

DO/DS:
-     Aritmia, takikardia, bradikardia
-     Palpitasi, oedem
-     Kelelahan
-     Peningkatan/penurunan JVP
-     Distensi vena jugularis
-     Kulit dingin dan lembab
-     Penurunan denyut nadi perifer
-     Oliguria, kaplari refill lambat
-     Nafas pendek/ sesak nafas
-     Perubahan warna kulit
-     Batuk, bunyi jantung S3/S4
-     Kecemasan


NOC :
·        Cardiac Pump effectiveness
·        Circulation Status
·        Vital Sign Status
·        Tissue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan selama………penurunan kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil:
v Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
v Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
v Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
v Tidak ada penurunan kesadaran
v AGD dalam batas normal
v Tidak ada distensi vena leher
v Warna kulit normal
NIC :
v Evaluasi adanya nyeri dada
v Catat adanya disritmia jantung
v Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
v Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
v Monitor balance cairan
v Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
v Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
v Monitor toleransi aktivitas pasien
v Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
v Anjurkan untuk menurunkan stress
§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
§ Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
§ Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor pola pernapasan abnormal
§ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor sianosis perifer
§ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§ Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
§ Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
§ Sediakan informasi untuk mengurangi stress
§ Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
§ Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus perifer
§ Minimalkan stress lingkungan

Intoleransi aktifitas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
·         Tirah Baring atau imobilisasi
·         Kelemahan menyeluruh
·         Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
DS:
·         Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
·          Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
DO :

·         Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
·         Perubahan ECG : aritmia, iskemia

NOC :
v  Self Care : ADLs
v  Toleransi aktivitas
v  Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
v  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
v  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
v  Keseimbangan aktivitas dan istirahat

NIC :
v  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
v  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
v  Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
v  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
v  Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
v  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
v  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
v  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
v  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
v  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
v  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
v  Bantu untuk  mengidentifikasi aktivitas yang disukai
v  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
v  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
v  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
v  Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
v  Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual




Gangguan pertukaran Gas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan Pertukaran gas
 Berhubungan dengan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar
DS:
è sakit kepala ketika bangun
è Dyspnoe
è Gangguan penglihatan
DO:
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è AGD abnormal
è pH arteri abnormal
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal


NOC:
v Respiratory Status : Gas exchange
v Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
v Respiratory Status : ventilation
v Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
v  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
v  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v  Tanda tanda vital dalam rentang normal
v  AGD dalam batas normal
v  Status neurologis dalam batas normal
NIC :
·   Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·   Pasang mayo bila perlu
·   Lakukan fisioterapi dada jika perlu
·   Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·   Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
·   Berikan bronkodilator ;
-………………….
-………………….
·   Barikan pelembab udara
·   Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·   Monitor respirasi dan status O2
·   Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
·   Monitor suara nafas, seperti dengkur
·   Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·   Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
·   Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
·   Observasi sianosis khususnya membran mukosa
·   Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
·   Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung

Kelebihan volume cairan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kelebihan Volume Cairan
Berhubungan dengan :
-          Mekanisme pengaturan melemah
-          Asupan cairan berlebihan
DO/DS :
-               Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
-               Asupan berlebihan dibanding output
-               Distensi vena jugularis
-               Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), , pleural effusion
-               Oliguria, azotemia
-               Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
NOC :
v  Electrolit and acid base balance
v  Fluid balance
v  Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria:
v  Terbebas dari edema, efusi, anaskara
v  Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
v  Terbebas dari distensi vena jugularis,
v  Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign DBN
v  Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
NIC :
·         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
·         Pasang urin kateter jika diperlukan
·         Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
·         Monitor vital sign
·         Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)
·         Kaji lokasi dan luas edema
·         Monitor masukan makanan / cairan
·         Monitor status nutrisi
·         Berikan diuretik sesuai interuksi
·         Kolaborasi pemberian obat:
....................................
·         Monitor berat badan
·         Monitor  elektrolit
·         Monitor tanda dan gejala dari odema

Kecemasan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

DO/DS:
-    Insomnia
-    Kontak mata kurang
-    Kurang istirahat
-    Berfokus pada diri sendiri
-    Iritabilitas
-    Takut
-    Nyeri perut
-    Penurunan TD dan denyut nadi
-    Diare, mual, kelelahan
-    Gangguan tidur
-    Gemetar
-    Anoreksia, mulut kering
-    Peningkatan TD, denyut nadi, RR
-    Kesulitan bernafas
-    Bingung
-    Bloking dalam pembicaraan
-    Sulit berkonsentrasi

NOC :
-          Kontrol kecemasan
-          Koping
Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
v  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
v  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
v  Vital sign dalam batas normal
v  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
·         Gunakan pendekatan yang menenangkan
·         Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·         Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·         Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·         Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·         Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
·         Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
·         Dengarkan dengan penuh perhatian
·         Identifikasi tingkat kecemasan
·         Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·         Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·         Kelola pemberian obat anti cemas:........










Gangguan Perfusi Jaringan
Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena

DS:
-    Nyeri dada
-    Sesak nafas
DO
-    AGD abnormal
-    Aritmia
-    Bronko spasme
-    Kapilare refill > 3 dtk
-    Retraksi dada
-    Penggunaan otot-otot tambahan
NOC :
v  Cardiac pump Effectiveness
v  Circulation status
v  Tissue Prefusion : cardiac, periferal
v  Vital Sign Statusl
Setelah dilakukan asuhan selama………ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil:
v  Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
v  CVP dalam batas normal
v  Nadi perifer kuat dan simetris
v  Tidak ada oedem perifer dan asites
v  Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
v  Bunyi jantung abnormal tidak ada
v  Nyeri dada tidak ada
v  Kelelahan yang ekstrim tidak ada
v  Tidak ada ortostatikhipertensi

NIC :
v  Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
v  Observasi perubahan ECG
v  Auskultasi suara jantung dan paru
v  Monitor irama dan jumlah denyut jantung
v  Monitor angka PT, PTT dan AT
v  Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
v  Monitor status cairan
v  Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
v  Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
v  Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama BAB
v  Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol  dan lemak
v  Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan, nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
v  Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi lingkungan)





Description: Hasil gambar untuk pathway st elevasi miokard infark document tips
DAFTAR PUSTAKA

Elisabeth, C.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Faqih, R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.
NANDA. (2015-2017). Diagnosis dan Klasifikasi.
Prasetyo, J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi, vol.1, ed.6. EGC: Jakarta.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal-bedah, vol. 2. EGC: Jakarta.
Sudoyo, A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar