LAPORAN PENDAHULUAN
GAWAT DARURAT PADA PASIEN STEMI
A.
Konsep
Penyakit
1.
Pengertian
Infark miokard
adalah suatu proses dimana jaringan miokard mengalami kerusakan (nekrosis)
dalam region jantung yang mengurangi suplai darah adekuat karena penurunan
aliran darah koroner. Infark miokard dengan gambaran khas pada hasil EKG dimana
terjadi elevasi pada segmen ST disebut sebagai ST Elevation Myocardial
Infarction (STEMI) (Price & Wilson, 2006).
ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi
aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak
faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST
elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah
koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti,
otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Smeltzer
& Bare, 2013).
2.
Etiologi
Penyebab STEMI
dapat karena penyempitan kritis arteri koroner akibat arterosklerosis atau oklusi arteri komplet
akibat embolus atau trombus. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan
oleh syok dan hemoragi.
STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri
ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a.
Penyempitan arteri koroner nonsklerolik.
b.
Penyempitan aterorosklerotik.
c.
Trombus.
d.
Plak aterosklerotik.
e.
Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak.
f.
Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.
g.
Penurunan darah koroner melalui yang menyempit.
h.
Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur.
i.
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
3.
Manifestasi Klinis
a.
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
b.
Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap
sampai nyeri tidak dapat tertahankan lagi.
c.
Nyeri ini sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk
yang dapat menjalar kebahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan
kiri).
d.
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi
setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau
hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.
Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f.
Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat,
dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual serta
muntah.
g.
Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan
mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri).
4.
Patofisiologi
Infark miokard
mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai
darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis
atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran darah
koroner juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
Pada STEMI umumnya
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular.
Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture, atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika mempunyai fibrous cap
yang tipis dan inti kaya lipid (lipid
rich core). Pada STEMI, gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus.
Selanjutnya pada
lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konfirmasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami
konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut seperti faktor von Willebrand dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombik ke
thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas
agregat trombosit dan fibrin.
Setelah 30 menit terjadi sumbatan,
perdarahan metabolik terjadi sebagai akibat dari iskemia. Glikosis anaerob
berperan dalam menyediakan energi untuk menghasilkan laktase.Perubahan-perubahan
pada elektro potensial membran, setelah 20 menit terjadi perubahan-perubahan
seluler meliputi ruptur lisotum dan defek struktural sarkolema yang menjadi
ireversibel pada sentral zone infark. Zone iskemia yang ada di sekitar area
infark mungkin tersusun oleh sel-sel
normal atau sel-sel abnormal. Area iskemia ini dapat membalik apabila sirkulasi
terpenuhi secara adekuat. Tujuan terapi
adalah memperbaiki area iskemia tersebut dan mencegah perluasan sentral
zone nekrosis.
Miokard infark mengganggu fungsi
ventrikuler dan merupakan predisposisi terhadap perubahan hemodinamik yang
meliputi : Kemunduran kontraksi,
penurunan stroke volume, gerakan dinding abnormal, penurunan fraksi ejeksi
peningkatan ventrikuler kiri pada akhir sistole dan volume akhir diastole, dan
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikuler. Mekanisme kompensasi output
cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi refleks simpatetik untuk
meningkatkan kecepatan jantung, vasokonstriksi, hipertrofi ventrikuler, serta retensi
air tuntutan dengan miokardial. Tapi direncanakan untuk mencukupi kebutuhan
dengan dan menurunkan tuntutan terhadap oksigen.
Proses penyembuhan miokard infark
memerlukan waktu beberapa minggu. Dalam waktu 24 jam terjadi udema seluler dan
infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dibebaskan menuju sel. Degradasi
jaringan dan nekrosis terjadi pada hari kedua atau ketiga. Pembentukan jaringan
parut dimulai pada minggu ketiga sebagai jaringan konektif fibrous yang
menggantikan jaringan nekrotik, jaringan
parut menetap terbentuk dalam 6 minggu sampai 3 bulan.
Miokard infark paling sering terjadi
pada ventrikel kiri dan dapat dinyatakan sesuai area miokardium yang terkena.
Apabila mengenai tiga sekat dinding miokardium maka disebut infark transmural
dan apabila hanya sebatas bagian dalam miokardium disebut infark
sebendokardial. Miokard infark juga dapat dinyatakan sesuai dengan lokasinya
pada jantung, yang secara umum dapat terjadi pada sisi posterior, anterior,
septal anterior, anterolateral, posteroinferior dan apical. Lokasi dan luasan
lesi menentukan sejauhmana kemunduran fungsi terjadi, komplikasi dan
penyembuhan.
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Elektrokardiografi
(EKG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
1)
Lead
II, III, aVF : Infark inferior.
2)
Lead
V1-V3 : Infark anteroseptal.
3)
Lead
V2-V4 : Infark anterior.
4)
Lead
1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral.
5)
Lead
I, aVL : Infark high lateral.
6)
Lead
I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas.
7)
Lead
II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral.
8)
Adanya
Q valve patologis pada sadapan tertentu.
b.
Echocardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi
jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasounds.
c.
Foto
thorax
Rontgen tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat
pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi
ventrikel
d.
Percutaneus
Coronary Angiografi (PCA)
Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras
dan memonitor x-ray yang mengetahui sumbatan pada arteri koroner
e.
Tes
Treadmill
Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap
aktivitas.
f.
Laboratorium :
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah:
1)
Creatinin Kinase (CK)MB. Meningkat setelah 3 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari.
2)
cTn (cardiac
specific troponin). Ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10
hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
1)
Mioglobin. Dapat dideteksi satu jam setelah
infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
2)
Creatinin kinase (CK). Meningkat setelah 3-8 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
3)
Lactic dehydrogenase (LDH). Meningkat setelah
24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puuncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8-14 hari.
6.
Komplikasi
a.
Aritmia
Beberapa bentuk aritmia
mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan listrik jantung
sebagai akibat ischemia pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang
mengelilingi, kerusakan sistem konduksi, lemah jantung kongestif atau
keseimbangan elektrolit yang terganggu.
b.
AV Blok
c.
Gagal jantung (pump failure)
Pada IMA, pump failure maupun
gagal jantung kongestif dapat timbul sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri,
ventrikel kanan atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penuran cardiac output
pada pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang.
Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban kerja
jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok
kardiogenik.
d.
Emboli/tromboemboli
Emboli paru pada IMA: adanya
gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan
merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang
mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik
(DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada
permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel kiri.
e.
Ruptura
Komplikasi ruptura miokard
mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan kemunduran hemidinamik. Ruptura
biasanya pada batas antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada
free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke dalam kavum pericard sehingga
terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya.
Adapun
komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a.
Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel
kiri akan mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling
ventikuler dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel
kiri mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al
; slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan
elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada
apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata,
lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE
dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat
ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b.
Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure)
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
1)
Gagal jantung.
2)
Syok kardiogenik.
3)
Perluasan IM.
4)
Emboli sitemik/pilmonal.
5)
Perikardiatis.
6)
Ruptur.
7)
Ventrikrel.
8)
Otot papilar.
9)
Kelainan septal ventrikel.
10)
Disfungsi katup.
11)
Aneurisma ventrikel.
12)
Sindroma infark pascamiokardias
7.
Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan secara umum dari
STEMI antara lain :
a.
Istirahat
total, tirah baring, posisi semi fowler.
b.
Monitor
EKG.
c.
Diet
rendah kalori dan mudah dicerna ,makanan lunak/saring serta rendah garam (bila
gagal jantung).
d.
Pasang
infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
e.
Atasi
nyeri :
1)
Morfin
2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
2)
Lain-lain
: nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
3)
Oksigen
2-4 liter/menit.
4)
Sedatif
sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral.
f.
Antikoagulan
:
1)
Heparin
20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasi
2)
Diteruskan
asetakumoral atau warfarin
3)
Streptokinase
/ trombolisis
g.
Bowel
care : laksadin
h.
Pengobatan
ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.
Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah
sakit. Dengan trombolisis, kematia dapat diturunkan sebesar 40%.
i.
Psikoterapi
untuk mengurangi cemas.
Penatalaksanaan
berdasarkan kondisi klein dengan STEMI antara lain:
a.
Syok kardiogenik
Penatalaksanan syok kardiogenik:
1)
Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg
dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.
2)
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit. \
3)
Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat
tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
4)
Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang
mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat
dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak
ideal dengan tindakan invasif.
5)
Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
6)
Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan
terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
7)
Infark Ventrikel Kanan
Infark
ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang
berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi.
Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a)
Pertahankan preload ventrikel kanan.
b)
Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c)
Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d)
Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi.
Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang
tidak repon dengan atropin.
e)
Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat
setelah loading volume.
f)
Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
g)
Pompa balon intra-aortik.
h)
Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i)
Penghambat ACE
j)
Reporfusi
k)
Obat trombolitik
l)
Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m)
Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu
dengan penyakit multivesel).
b.
Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.Penatalaksanan
takikardia ventrikel:
1)
Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari
30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC
shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
2)
Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang
diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg )
harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
3)
Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu
regimen berikut:
a)
Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg
tiap 5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading
selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
b)
Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
c)
Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit.
d)
Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis
50 J ( anestasi sebelumnya).
c.
Penatalaksana Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel atau
takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan
energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300
J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)
Fibrilasi ventrikel
atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik
diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized.
B.
Konsep
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1.
Pengkajian Emergency dan Kritis
a.
Primary Survey
1) Airways
a)
Sumbatan atau
penumpukan secret.
b)
Wheezing atau krekles.
2) Breathing
a)
Sesak dengan aktifitas
ringan atau istirahat.
b)
RR lebih dari 24
kali/menit, irama ireguler dangkal.
c)
Ronchi, krekles.
d)
Ekspansi dada tidak
penuh.
e)
Penggunaan otot bantu
nafas.
3) Circulation
a) Nadi
lemah , tidak teratur.
b) Takikardi.
c) TD
meningkat / menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral
dingin.
g) Kulit
pucat, sianosis.
h) Output
urine menurun.
b.
Secondary Survey
Penting untuk mendeteksi
komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1)
Tingkat kesadaran.
2)
Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting).
3)
Frekwensi dan
irama jantung :
Disritmia dapat menunjukkan
tidak mencukupinya oksigen ke
dalam miokard.
4)
Bunyi jantung : S3 dapat menjadi tanda dini
ancaman gagal jantung.
5)
Tekanan darah : Diukur untuk menentukan respons
nyeri dan pengobatan, perhatian tekanan nadi,
yang mungkin akan
menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan
ketidakefektifan kontraksi ventrikel.
6)
Nadi perifer : Kaji frekwensi, irama dan volume.
7)
Warna dan suhu kulit.
8)
Paru-paru : Auskultasi bidang paru pada interval yang
teratur terhadap tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles
pada dasar paru).
9)
Fungsi gastrointestinal : Kaji motilitas usus,
trombosis arteri mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal.
10)
Status volume cairan : Amati haluaran urine, periksa adanya
edema, adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan
hipotensi dengan oliguria.
c.
Tertiery Survey
1)
Pemeriksaan Laboratorium
a)
CKMB.
b)
cTn.
c)
Mioglobin.
d)
CK.
e)
LDH.
2)
Pemeriksaan diagnostik
a)
Echocardiogram.
b)
Elektrokardiografi.
2.
Diagnosa & Intervensi Keperawatan Emergency
dan Kritis
Nyeri akut
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan
DS:
-
Laporan
secara verbal
DO:
-
Posisi
untuk menahan nyeri
-
Tingkah
laku berhati-hati
-
Gangguan
tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
-
Terfokus
pada diri sendiri
-
Fokus
menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
-
Tingkah
laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
-
Respon
autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
-
Perubahan
autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
-
Tingkah
laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
-
Perubahan
dalam nafsu makan dan minum
|
NOC :
v Pain
Level,
v pain
control,
v comfort
level
Setelah
dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda
vital dalam rentang normal
· Tidak
mengalami gangguan tidur
|
NIC :
§ Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi
faktor presipitasi nyeri
§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
§
Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
§ Tingkatkan
istirahat
§ Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
|
Penurunan curah jantung
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Penurunan
curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
DO/DS:
- Aritmia,
takikardia, bradikardia
- Palpitasi,
oedem
- Kelelahan
- Peningkatan/penurunan
JVP
- Distensi
vena jugularis
- Kulit
dingin dan lembab
- Penurunan
denyut nadi perifer
- Oliguria,
kaplari refill lambat
- Nafas
pendek/ sesak nafas
- Perubahan
warna kulit
- Batuk,
bunyi jantung S3/S4
- Kecemasan
|
NOC :
·
Cardiac Pump effectiveness
·
Circulation Status
·
Vital Sign Status
·
Tissue perfusion: perifer
Setelah dilakukan asuhan selama………penurunan
kardiak output klien teratasi dengan kriteria hasil:
v Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi,
respirasi)
v Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
v Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
v Tidak
ada penurunan kesadaran
v AGD
dalam batas normal
v Tidak
ada distensi vena leher
v Warna
kulit normal
|
NIC :
v Evaluasi adanya nyeri dada
v Catat
adanya disritmia jantung
v Catat
adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
v Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
v Monitor
balance cairan
v Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
v Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
v Monitor
toleransi aktivitas pasien
v Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
v Anjurkan
untuk menurunkan stress
§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
§ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
§ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
§ Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
§ Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor
pola pernapasan abnormal
§ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
§ Monitor
sianosis perifer
§ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
§ Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
§ Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian oksigen
§ Sediakan informasi untuk mengurangi stress
§ Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas jantung
§ Kelola pemberian antikoagulan untuk mencegah trombus
perifer
§ Minimalkan stress lingkungan
|
Intoleransi aktifitas
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
·
Tirah Baring atau imobilisasi
·
Kelemahan menyeluruh
·
Ketidakseimbangan antara suplei
oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
DS:
·
Melaporkan
secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
·
Adanya
dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
DO :
·
Respon abnormal dari tekanan darah
atau nadi terhadap aktifitas
·
Perubahan ECG : aritmia, iskemia
|
NOC :
v Self
Care : ADLs
v Toleransi
aktivitas
v Konservasi
eneergi
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria
Hasil :
v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
v Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara
mandiri
v Keseimbangan aktivitas dan istirahat
|
NIC
:
v Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
v Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
v Monitor nutrisi
dan sumber energi yang adekuat
v Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
v Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
v Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
v Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang tepat.
v Bantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
v Bantu
untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
v Bantu
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
v Bantu
untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
v Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai
v Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
v Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
v Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
v
Bantu pasien
untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
v
Monitor respon
fisik, emosi, sosial dan spiritual
|
Gangguan pertukaran Gas
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Gangguan Pertukaran gas
Berhubungan dengan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar
DS:
è sakit kepala ketika bangun
è Dyspnoe
è
Gangguan penglihatan
DO:
è
Penurunan CO2
è
Takikardi
è
Hiperkapnia
è
Keletihan
è
Iritabilitas
è Hypoxia
è
kebingungan
è
sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è AGD abnormal
è pH arteri abnormal
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal
|
NOC:
v Respiratory
Status : Gas exchange
v Keseimbangan
asam Basa, Elektrolit
v Respiratory
Status : ventilation
v Vital
Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan
kriteria hasi:
v Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda
tanda distress pernafasan
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Tanda tanda vital dalam rentang normal
v AGD dalam batas normal
v Status neurologis dalam batas normal
|
NIC :
·
Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
·
Pasang mayo bila
perlu
·
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan
·
Berikan
bronkodilator ;
-………………….
-………………….
·
Barikan pelembab
udara
·
Atur intake
untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status O2
· Catat
pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
·
Monitor suara
nafas, seperti dengkur
·
Monitor pola
nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·
Auskultasi suara
nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
·
Monitor TTV,
AGD, elektrolit dan ststus mental
·
Observasi
sianosis khususnya membran mukosa
·
Jelaskan pada
pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
·
Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
|
Kelebihan volume cairan
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Kelebihan
Volume Cairan
Berhubungan
dengan :
-
Mekanisme
pengaturan melemah
-
Asupan
cairan berlebihan
DO/DS :
-
Berat badan
meningkat pada waktu yang singkat
-
Asupan
berlebihan dibanding output
-
Distensi
vena jugularis
-
Perubahan
pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales
atau crakles), , pleural effusion
-
Oliguria,
azotemia
-
Perubahan
status mental, kegelisahan, kecemasan
|
NOC :
v Electrolit
and acid base balance
v Fluid
balance
v Hydration
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …. Kelebihan
volume cairan teratasi dengan kriteria:
v Terbebas
dari edema, efusi, anaskara
v Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
v Terbebas dari distensi vena jugularis,
v Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung dan vital sign DBN
v Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau bingung
|
NIC
:
·
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
·
Pasang urin
kateter jika diperlukan
·
Monitor hasil
lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
·
Monitor vital
sign
·
Monitor indikasi
retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
asites)
·
Kaji lokasi dan
luas edema
·
Monitor masukan
makanan / cairan
·
Monitor status
nutrisi
·
Berikan diuretik
sesuai interuksi
·
Kolaborasi
pemberian obat:
....................................
·
Monitor berat
badan
·
Monitor elektrolit
·
Monitor tanda
dan gejala dari odema
|
Kecemasan
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
|
Rencana
keperawatan
|
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
|
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan
dan hospitalisasi
DO/DS:
-
Insomnia
-
Kontak mata
kurang
-
Kurang istirahat
-
Berfokus pada
diri sendiri
-
Iritabilitas
-
Takut
-
Nyeri perut
-
Penurunan TD dan
denyut nadi
-
Diare, mual,
kelelahan
-
Gangguan tidur
-
Gemetar
-
Anoreksia, mulut
kering
-
Peningkatan TD,
denyut nadi, RR
-
Kesulitan
bernafas
-
Bingung
-
Bloking dalam
pembicaraan
-
Sulit
berkonsentrasi
|
NOC :
-
Kontrol kecemasan
-
Koping
Setelah dilakukan asuhan
selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
v Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
v Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik
untuk mengontol cemas
v Vital
sign dalam batas normal
v Postur
tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
|
NIC
:
Anxiety
Reduction (penurunan kecemasan)
·
Gunakan
pendekatan yang menenangkan
·
Nyatakan dengan
jelas harapan terhadap pelaku pasien
·
Jelaskan semua
prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·
Temani pasien
untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·
Berikan
informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·
Libatkan
keluarga untuk mendampingi klien
·
Instruksikan
pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
·
Dengarkan dengan
penuh perhatian
·
Identifikasi
tingkat kecemasan
·
Bantu pasien
mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·
Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·
Kelola pemberian
obat anti cemas:........
|
Gangguan Perfusi Jaringan
Perfusi
jaringan kardiopulmonal tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb
oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan
transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
DS:
-
Nyeri
dada
-
Sesak
nafas
DO
- AGD
abnormal
- Aritmia
- Bronko
spasme
- Kapilare
refill > 3 dtk
- Retraksi
dada
- Penggunaan
otot-otot tambahan
|
NOC :
v Cardiac
pump Effectiveness
v Circulation
status
v Tissue
Prefusion : cardiac, periferal
v Vital
Sign Statusl
Setelah
dilakukan asuhan selama………ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal
teratasi dengan kriteria hasil:
v Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang
diharapkan
v CVP dalam batas normal
v Nadi perifer kuat dan simetris
v Tidak ada oedem perifer dan asites
v Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
v Bunyi jantung abnormal tidak ada
v Nyeri dada tidak ada
v Kelelahan yang ekstrim tidak ada
v Tidak
ada ortostatikhipertensi
|
NIC
:
v Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan
faktor-faktor presipitasi)
v Observasi perubahan ECG
v Auskultasi suara jantung dan paru
v Monitor irama dan jumlah denyut jantung
v Monitor angka PT, PTT dan AT
v Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
v Monitor status cairan
v Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
v Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
v Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama
BAB
v Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
v Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan,
nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
v Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol
stimulasi lingkungan)
|
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth, C.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi.
EGC: Jakarta.
Faqih, R.,.
(2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.
NANDA. (2015-2017). Diagnosis dan Klasifikasi.
Prasetyo, J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit
Jantung. Surabaya: Airlangga University.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi, vol.1, ed.6. EGC:
Jakarta.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku ajar keperawatan medikal-bedah,
vol. 2. EGC: Jakarta.
Sudoyo,
A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar