LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN
DENGAN INFARK MIOKARD AKUT NON-ST ELEVASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembuluh darah
coroner (Arteri Coronaria) merupakan saluran pembuluh darah percabangan aorta
yang membawa darah mengandung O2 dan nutrisi yang dibutuhkan
oleh miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Coroner Heart Disease (CHD)
adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah
nadi, yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah
nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada
dindingnya dan otot jantung mengalami iskemia (kekurangan darah dan oksigen).
Penyakit
kardovaskuler ini merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia sehingga
diperlukan strategi penatalaksanaan dalam menegakkan diagnose Coronary Heart
Disease (CHD) secara optimal. Secara klinis Non-Elevasi Infark Miokard Akut
sangat mirip dengan Angina Pectoris tidak stabil yang disebabkan karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaanya. Yang
membedakan adalah adanya enzyme petanda jantung yang positif dan terdiri dari
infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris
yang tak stabil.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari
Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
2.
Apa etiologi dari
Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
3.
Bagaimana
patofisiologi atau proses perjalanan penyakit pada Non-ST Elevasi Miokardial
Infark?
4.
Bagaimana
manisfestasi klinis pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
5.
Pemeriksaan penunjang
apa sajakah yang harus dilakukan pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
6.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian
dari Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
2.
Mengetahui etiologi
dari Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
3.
Mengetahui
patofisiologi atau proses perjalanan penyakit pada Non-ST Elevasi Miokardial
Infark.
4.
Mengetahui
manisfestasi klinis pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
5.
Mengetahui
pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien Non-ST Elevasi
Miokardial Infark.
6.
Mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian NSTEMI
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
adalah oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
NSTEMI adalah adanya
ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama
akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium
lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel
pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2006).
B.
Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner,
sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard
dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium.
Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan
pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard
yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari
arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab.
1.
Faktor resiko
a.
Yang tidak dapat
diubah
1)
Umur.
2)
Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
3)
Riwayat penyakit
jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki
muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia
65 tahun).
4)
Hereditas.
5)
Ras : lebih
tinggi insiden pada kulit hitam.
b.
Yang dapat diubah
1)
Mayor :
hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
2)
Minor :
Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis
berlebihan.
2.
Faktor penyebab
No.
|
Penyebab
ST/Nstemi
|
1.
|
Trombus tidak
oklusif pada plak yang sudah ada
|
2.
|
Obstruksi dinamik
(spasme koroner atau vasokonstriksi)
|
3.
|
Obstruksi mekanik
yang progresif
|
4.
|
Inflamasi dan atau
infeksi
|
5.
|
Faktor atau keadaan
pencetus
|
a.
Trombus tidak oklusif
pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi
miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang
ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal,
merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b.
Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik,
yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen
arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c.
Obstruksi mekanik
yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat
namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien
dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi
koroner perkutan (PCI).
d.
Inflamasi dan/atau
infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan
oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan
arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T
di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
e.
Faktor atau keadaan
pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat
sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada
penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA
jenis ini antara lain karena:
1)
Peningkatan kebutuhan
oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis.
2)
Berkurangnya aliran
darah coroner.
3)
Berkurangnya pasokan
oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri
sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita
mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
C.
Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai
oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan
adanya ruptur plak yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang
tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung
ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit
T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan
sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang
pengeluaran hsCRP di hati.
D.
Manifestasi Klinis
NSTEMI
1.
Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang
dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada
dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya
nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan
tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut
biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
2.
Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
3.
Gejala
Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
4.
Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari
aritmia ventrikel dan gelisah.
E.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Biomarker Jantung
a.
Troponin T dan
Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin
I mempunyai peranan yang sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan
pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai
sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard
bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I
memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
Troponin T (TnT)
dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi
mengikat aktin.
Troponin I (TnI)
dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
b.
EKG (T Inverted dan
ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T
Inverted dan ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri
koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi),
simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada
kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan
CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi
NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif,
oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat
dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
2.
Echo
Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a.
Area Gangguan
b.
Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari
ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih
volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi
tidak normal.
c.
Angiografi koroner
(Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri
koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat
diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60%
maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON-ST ELEVASI
MIOKARDIAL
INFARK
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Sumbatan atau
penumpukan secret
Wheezing atau
krekles
b. Breathing
Sesak dengan
aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24
kali/menit, irama ireguler dangkal
Ronchi, krekles
Ekspansi dada
tidak penuh
Penggunaan otot
bantu nafas
c. Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
2. Pengkajian persistem
a.
B1: Breath
Sesak
nafas, apnea, eupnea, takipnea.
b.
B2: Blood
Denyut
nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara jantung bisa
tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/ normal,
Saturasi oksigen bisa menurun < 90%.
c.
B3: Brain
Menurunnya/hilangnya
kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan orang.
d.
B4: Bladder
Produksi
urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya, oliguria, anuria.
e.
B5: bowel
Konstipasi.
f.
B6: Bone
Perfusi
dingin basah pucat, CRT > 2 detik, diaforesis, kelemahan.
3. Keluhan Utama Pasien
a.
Kualitas Nyeri Dada :
seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti tertindih
barang berat.
b.
Lokasi dan radiasi :
retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah dan
pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c.
Faktor pencetus :
mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d.
Lamanya dan
faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum
Nitrogliserin.
e.
Tanda dan gejala :
Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening,
tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin
dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f.
Pemeriksaan fisik :
mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau
kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea,
mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop
menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV
disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary
crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV
disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati
lembek.
g.
Parameter Hemodinamik
: penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.
B.
Diagnosa Keperawatan dan
Intervensi
dx. 1 Nyeri dada akut berhubungan dengan
iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
|
|
Tujuan :
Klien terbebas dari rasa nyeri
Kriteria
Hasil : Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing dan mual
berkurang/hilang.
Objektif
: irama sinus, ST isoelektris, gelombang T positif, kardiak isoenzim dalam
keadaan normal, tanda-tanda vital normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor nyeri
dada (awal serangan, sifat, lokasi, lamanya dan faktor pencetus).
|
1-2 data
tersebut bermanfaat dalam menentukan penyebab dan efek nyeri dada, serta
menjadi dasar perbandingan dengan gejala pasca terapi
|
2. Anjurkan klien
untuk segera minta bantuan perawat atau dokter bila merasakan nyeri.
|
|
3. Upayakan lingkungan
tenang. Batasi aktivitas selama serangan nyeri dada. Bantu mengubah posisi
|
3-5
lingkungan tenang mendukung istirahat dan tidur nyaman sehingga mengurangi
konsumsi oksigen miokard.
|
4. Upayakan
rencana tindakan dan latihan aktivitas yang tidak mengganggu periode tidur
dan istirahat kllien.
|
|
5. Berikan
latihan ROM
|
|
6. Nilai respon
klien terhadap aktivitas, catat adanya ST depresi, disritmia, kelelahanm
pusing, sesak dan nyeri dada.
|
6-7
aktivitas yang disertai tanda dan gejala tersebut mengindikasikan tidak
adekuatnya sirkulasi koroner yang mengakibatkan iskemia.
|
7. Menilai
tanda-tanda vital saat istirahat dan setelah aktivitas.
|
dx. 2 : Gangguan
perfusi jaringan jantung berhubungan dengan iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
|
|
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan jantung berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil : - Nyeri dada
berkurang (skala nyeri 1-3)
- Gambaran ST depresi berkurang atau tidak ada
- TD= 120/80 mmHg
- Nadi=60-100x/menit
- EKG: Irama sinus reguler.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi
tanda-tanda vital tiap 1-4jam, status hemodinamika
|
1-9 data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat
dalam diagnosa gagal jantung kiri. Penuruna curah jantung mengakibatkab
penurunan tekanan tekanan darah dan perfusi jaringan, peningkatan denyut
jantung sebagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
|
2. Monitor
tanda dan gejala penurunan perfusi (nyeri dada, disritmia, takikardia,
takipnea, hipotensi dan penurunan curah jantung)
|
|
3. Monitor bunyi
dan irama jantung secara kontinue, catat adanya denyut prematur ventrikel
kontraksi
|
|
4. Palpasi
denyut nadi perifer guna mengkaji adanya denyutan prematur.
|
|
5. Observasi
adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung ( pusing, pucat, diaforesis,
pingsan, akral dingin)
|
|
6. Monitor
tanda dan gejal gangguan perfusi renal (produksi urin < 30 ml/jam,
peningkatan BUN dan kreatinin, edema perifer, tidak adanya reaksi diuretik).
|
|
7. Monitor
tanda dan gejala yang menujukkan penurunan perfusi jaringan (kulit dingin,
pucat, lembab, berkeringat, sianosis, denyut nadi lemah, edema perifer).
|
|
8. Atur
posisi baring setiap 2 jam, menggerakkan kaki dan tangan secara aktif dan
pasif setiap 1 jam
|
|
9. Monitor
tanda dan gejala yang menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah, bingung,
apatis, somnolen).
|
|
10. Rekam
pola EKG secara periodik selama periode serangan dan catat adanya disritmia
atau perluasan iskemia atau infark miokard.
|
10.pemeriksaan EKG periodik berguna untuk menentukan
diagnosis perluasan area iskemik.
|
11. Kolaborasi
tim medis untuk terapi dan tindakan.
a. Anti
disritmia: Lidocain, aminodaron (bila ada indikasi klinis)
b. Vasodilator:
nitrogliserin (ISDN, ACE Inhibitor).
c. Inotropic:
Dopamin atau dobutamin sesuai indikasi.
d. Pemasangan pacemaker atau kateter Swanganz (bila
ada TAVB)
e. CABG jika ada indikasi klinis
PTCA atau Coronary artery stenting jika ada indikasi
klinis.
|
11.Disrimia menurunkan curah jantung yang ekstrem
dan perfusi jaringan.
b. Bitrat merelaksasikan otot polos vaskular
(vasodilatasi) vena dan arteri sehingga menurunkan preload.
c. Dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan
kontraktilitas miokard dan meningkatkan perfusi jaringan.
d. Terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen
miokard.
e. Pacemaker membantu memperbaiki irama jantung
sehingga meningkatkan curah jantung dan perfusi jaringan.
f. Memperbaiki sirkulasi koroner, meningkatkan
suplai oksigen dan perfusi miokard.
|
12. Observasi reaksi atau efek terapi,
efek samping, toksisitas
|
12. Efek samping obat yang dapat membahayakan
kondisi klien harus dikaji dan dilaporkan.
|
13. Hindari
respon valsava yang merugikan. Atur diet yang diberikan.
|
13. Respon valsava dapat menurunkan kontraktilitas
miokard.
|
14. Pertahankan
intake cairan maksimal 2000 ml/ 24 jam (bila tidak ada edema).
|
14. Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah
overload cairan ekstraseluler.
|
dx.3 Kecemasan
behubungan dengan keadaan fisik yang tidak dapat diperkirakan.
|
|
Tujuan :
Klien dan keluarga mampu mengekspresikan rasa takut atau kecemasan secara
positif.
Kriteria Hasil : Klien mampu
mengekspresikan rasa takut dan cemas secara wajar serta merasa optimis bahwa
kondisinya dapat pulih. Klien juga mendiskusikan pengaruh penyakitnya
terhadap gaya hidup.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan
penjelasan singkat tentang tujuan, hasil yang diharapkan setiap prosedur dan
efek samping.
|
1. Penjelasan
tentang prosedur membantu klien menjadi kooperatif.
|
2. Berikan
kesempatan kepada klien untuk mengenal lingkungannya dan tim keperawatan
|
2. Lingkungan fisik dan psikologis yang nyaman
membantu klien rileks dan senang.
|
3. Berikan
waktu secukupny bagi klien untuk berbicara dengan keluarga atau teman dekat.
|
3-5 kecemasan dapat meningkatkan konsumsi Oksigen
miokard, dukungan orang terdekat dapat menurunkan tingkat kecemasan dan
memberikan kenyamanan psikologis.
|
4. Observasi
efek yang terjadi setelah klien mendapatkan kunjungan dari orang terdekat.
|
|
5. Berikan
dukungan untuk mengekspresikan perasaan, mendengarkan keluhan klien.
|
|
6. Diskusikan
kondisi kllien dan perubahan pola hidup yang harus dijalani setelah pulang
dari rumah sakit.
|
6-7 perubahan pola hidup dalam masa pemulihan dapat
mencegah serangan ulang. Rehabilitasi kardio terprogram dapat menurunkan
kecemasan.
|
7.
|
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan
antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan
arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal.
Gejala utama NSTEMI sesuai dengan angina pectoris tak
stabil, yaitu nyeri dada yang lebih dari biasanya, lebih berat dan lama (>20
menit), timbul saat istirahat atau karena aktivitas fisik minimal. Bedanya,
pasien NSTEMI mengalami peningkatan troponin T dan CKMB pada biomarker jantung.
B. Saran
Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan NSTEMI, mampu mengkaji
masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang
tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat
sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah
keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Faqih,
R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.Malang:
UMM Press
Prasetyo,
J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga
University.
Sudoyo,
A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar